![]() |
Foto: Poster Kegiatan Jumpa Bang Zul-Ummi Rohmi |
Idealitas demokrasi sebuah negara ditentukan oleh hadirnya sebuah ruang/mimbar bebas opini-opini menyangkut kehidupan publik. Setiap warga negara adalah "manusia politik" yang berhak menyampaikan setiap aspirasi, curhat, kepentingan dan pendapatnya dalam hubungannya dengan negara/pemerintah. Dalam hal inilah ruang publik yang dicita-citakan Habermas itu menemukan urgensi "ideal" sebuah masyarakat demokratis.
Ruang publik merupakan suatu kondisi tindakan komunikasi dengan dibukanya keran kebebasan berdiskusi/berpendapat warga negara menyangkut persoalan-persoalan (kebijakan) publik.
Pemerintah/negara, dalam hal ini, ditempatkan sebagai pihak yang diberi kuasa untuk melayani kebutuhan, kepentingan dan aspirasi warga negara/masyarakat.
Hadirnya ruang publik yang dibuka Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB dalam bentuk "pertemuan diskursif" antara Pemerintah dan warga melalui program "Jumpa Bang Zoel & Ummi Rohmi" (Jangzulmi) setiap Jum'at pagi adalah bentuk pelaksanaan mandat publik sebagai ruang publik demokratis.
Idealitas public sphere yang dibayangkan Filsuf Kritis Jerman tersebut mungkin saja belum sampai pada tataran ideal "kesadaran kritis." Tapi persembahan Jangzulmi adalah titik berangkat menuju transformasi demokrasi ruang publik yang men-silaturrahim-kan dan mempertemukan nilai-nilai bersama (shared values) antara pemerintah dan masyarakat.
Gagasan besar ruang publik ini tak selalu ada dalam setiap pemerintahan sebuah rezim. Kini, Gubernur-Wakil Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah - Dr. Hj. Sitti Rohmi Djalilah, menyajikannya buat kita semua. Sesuatu yang sangat layak diapresiasi sebagai jalan demokrasi menuju NTB GEMILANG.
Penulis: Astar Hadi, adalah Pendiri Forum Madzhab Djaeng (for Multicultural Studies & Social Sciences) Malang.